Halaman

Rabu, 08 September 2010

Derita PEKERJA ILEGAL INDONESIA di BELANDA

Bookmark and Share

#Kondisi Kamar Para Pekerja Ilegal Indonesia di Belanda#
Tidur di atas kasur kotor di antara kecoa dan tikus. Bekerja di dapur-dapur yang tidak memenuhi standar keamanan selama 14 jam dengan bayaran 25 euro per hari.

Dalam keadaan seperti inilah tahun lalu sebanyak 35 pekerja ilegal asal Indonesia ditemukan di sejumlah rumah di Den Haag, Gouda, dan Rotterdam. Wartawan Radio Nederland Wereldomroep (RNW), Sebastiaan Gottlieb, pekan lalu, melaporkan, media Belanda menyebut kasus itu sebagai praktik perbudakan.

Sidang pengadilan terhadap enam pelaku asal Suriname dan Indonesia sudah dimulai sejak Jumat (9/04/2010) di Den Haag, Belanda. Dalam sidang pengadilan itu, keenam pelaku dituduh melakukan perdagangan dan penyelundupan manusia. Selain itu, mereka dituduh melanggar undang-undang kelayakan sandang pangan Belanda.

Mereka adalah empat orang Belanda keturunan Jawa- Suriname dan seorang pria serta wanita asal Indonesia. Wanita Indonesia itu diperkirakan punya hubungan erat dengan tertuduh utama yang asal Suriname.

Budi, salah satu korban asal Indonesia, bersedia menjadi saksi di pengadilan. Ia ingin orang-orang Indonesia lain dapat belajar dari pengalamannya.

Dari agen di Jakarta, Budi dijanjikan upah 25 euro untuk empat jam kerja. Ia memang ingin bekerja di Eropa untuk membayar utang-utangnya. Istrinya sakit dan biaya perawatan dokter serta rumah sakit menggunung. Sang agen mengurus paspor serta visa dan membelikan tiket hingga ke Paris.

"Saya mendarat di Paris. Dari situ saya naik kereta api ke Belanda, ke Den Haag. Di stasiun saya dijemput," kata Budi.

Tidak manusiawi
 
Bersama dengan TKI ilegal lainnya, Budi harus membuat keripik pisang dan rengginang. Pada bulan pertama dia hanya bekerja lima hari. Jumlah upah yang diterimanya hanya 125 euro. Uang ini harus dia berikan kepada sang pemilik rumah yang sekaligus bosnya di tempat kerja untuk membayar tempat tinggalnya.

Sedikit uang yang dia bawa dari Indonesia digunakan untuk membeli makan. Biasanya ia hanya makan mi instan atau sisa-sisa makanan yang dibawa orang lainnya dari restoran tempat mereka bekerja. Upah besar yang dijanjikan sang agen di Indonesia ternyata hanya omong kosong belaka.

Pengacara tertuduh utama Van Duijne Strobosch mengakui, bahwa para korban tinggal dan bekerja di lingkungan yang tidak manusiawi. Tetapi ia menambahkan, tuduhan perdagangan manusia tidak bisa dibuktikan.

"Dari pihak pembela ditekankan bahwa orang-orang itu datang ke Belanda secara sukarela. Mereka bebas untuk keluar masuk. Mereka membayar sejumlah uang untuk tempat menginap. Memang mereka tidak mendapat upah seperti apa yang seharusnya diterima orang Belanda menurut aturan upah minimum yang ditetapkan."

Laporan tetangga
 
Kasus ini sampai ke pihak polisi Belanda setelah laporan tetangga dan penduduk di sekitar Hobbemaplein, di Den Haag. Juli tahun lalu polisi menahan sebelas orang pekerja ilegal asal Indonesia.

Mereka tinggal di kamar yang kotor dan panas karena di lantai bawah ada dua dapur yang aktif siang dan malam. Di tempat itu para inspektur kesehatan menemukan banyak sekali kecoa berkeliaran. Produk makanan yang dibuat di tempat ini dijual di sejumlah toko di Den Haag.

Tidak lama kemudian polisi juga menahan sejumlah TKI ilegal di Rotterdam dan Gouda, yang juga bekerja dan tinggal di tempat yang tidak layak. Mereka hanya menerima upah 200 euro setiap bulan atau delapan hari kerja.

Mereka tidak diizinkan bekerja lebih banyak agar tetap bergantung kepada para agen yang mengirim mereka ke Belanda. Apabila ada satu TKI yang melarikan diri, dipesan sejumlah TKI baru dari Indonesia.

Source/ref: Kompas - April 2010

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More