Halaman

Rabu, 06 April 2011

Inilah ARTIKEL yang Menyebut BALI Sebagai 'PULAU NERAKA'

Bookmark and Share

#Kondisi Pantai Kuta yang Penuh Sampah#
DENPASAR-- Pemerintah Provinsi Bali menyesalkan pemberitaan Majalah Times edisi 1 April 2011 yang menulis bahwa "liburan di Bali ibarat berlibur di neraka (holidays in hell)", kata Kepala Biro Humas dan Protokol Bali Putu Suardhika.

"Pemberitaan tersebut melecehkan Bali sebagai destinasi pariwisata dunia. Bali tetap pulau surga yang aman untuk dikunjungi. Tidak benar berlibur di Bali seperti di neraka," katanya di Denpasar, Selasa.

Suardhika mengakui jika persoalan sampah sebagaimana ditulis majalah bulanan tersebut memang menyisakan persoalan bagi pariwisata Bali. Hanya saja, ia menyesalkan pemberitaan tersebut hanya menohok pada wilayah Bali bagian selatan, khususnya Kuta.

"Bali ini bukan hanya Kuta dan Nusa Dua. Bali ini luas, meski wisatawan mancanegara lebih mengenal kedua wilayah tersebut. Tetapi, persoalan sampah sebagaimana disebutkan itu, sedang dalam tahap penanganan serius Pemprov Bali," kata Suardhika, yang mengaku apa yang dikatakannya merupakan statemen Gubernur Bali Mangku Pastika.

Dalam kerangka itu, kata Suardhika, Pemprov Bali sudah mendeklarasikan "Bali Clean and Green" untuk menuju "Bali Green Province". Ia mengatakan, ada tiga hal pokok dalam program itu yaitu, "green cultural, green economic serta clean and green.

Berkaitan dengan pemberitaan oleh majalah terbitan Amerika tersebut, Suardhika juga menampik persoalan kemacetan yang terjadi di Kuta disamakan dengan Jakarta. Pemprov Bali, kata dia, selama ini tidak pernah tinggal diam dan terus mencarikan solusi atas hal itu.

"Contohnya seperti pembangunan jalan 'underpass' (bawah tanah) di simpang Dewa Ruci, dan jalan di atas perairan (JDP) yang menghubungkan Suwung (Denpasar) menuju Nusa Dua (Badung)," katanya.
Selain itu, Pemprov Bali juga merencanakan pembangunan kereta lambat (trem) yang akan menghubungkan seluruh Bali.

Inilah Artikel yang Menyebut Bali Sebagai 'Pulau Neraka'

Inilah artikel di majalah Time yang membuat Pemprov Bali meradang. Judul artikel itu, 'Holidays in Hell: Bali Ongoing Woes'. Artikel ditulis oleh Andrew Marshall.

Dalam tulisannya, Andrew membahas sejumlah masalah yang melilit Pulau Bali. Pulau yang menurut dia masih menjadi tujuan wisata internasional, bahkan dianggap negara lain di Indonesia.

Namun, Andrew menilai, infrastruktur pulau kurang cepat mengantisipasi perubahan pariwisata Bali. Andrew membuka tulisannya dengan kotornya pantai Kuta, salah satu lokasi wisata paling ramai di Bali.

Musim hujan yang cukup deras di Bali membuat sungai meluap. Alhasil sampah-sampah yang ada di sungai terbawa ke laut. Termasuk kotoran manusia. Sampah-sampah itu lantas berakhir di Pantai Kuta.

Ini membuat awal Maret lalu otoritas Pantai Kuta melarang turis berenang di pantai tersebut lebih dari 30 menit. Khawatir terkena infeksi kulit. Selain masalah polusi di pantai, lanjut Marshall, Bali juga mengalami problem kekurangan air, listrik mati hidup, sampah yang berserakan, drainase, hingga kemacetan serta kriminalitas.

Marshall menyandingkan kemacetan di Bali menyerupai di Jakarta. Sementara soal kriminalitas yang menyasar ke turis asing, sejak Januari lalu Polda Bali, menurut Marshall, menerapkan tembak ditempat bagi kriminal.

Menurut Marshall, salah satu masalah utama Bali adalah kebanyakan turis. Pada 2001, Bali didatangi 1,3 juta turis asing. Sepuluh tahun kemudian, meski sudah ada Bom Bali I dan II, turis yang datang ke Bali melesat mencapai dua juta orang per tahun. Ini belum terhitung jutaan turis lokal.

Dampak dari turis ini adalah pembangunan infrastruktur yang marak. Hotel dan pusat belanja tiba-tiba muncul di mana-mana. Sebaliknya, pembangunan ini kurang memperhitungkan infrastruktur pendukung seperti jalan, listrik, selokan, parkir.

"Infrastruktur Bali tidak bisa menyamai laju pembangunannya," kata Ron Nomura, direktur Marketing Asosiasi Hotel Bali.

Disebut 'Pulau Neraka', Bali Seperti Pulau yang Bunuh Diri Pelan-pelan

Artikel soal Bali di majalah bergengsi Amerika Serikat, Time, membuat Pemprov Bali meradang. Artikel berjudul 'Holidays in Hell: Bali Ongoing Woes' itu membahas sejumlah masalah pembangunan yang melilit Pulau Bali.

Penulis artikel, Andrew Marshall, sempat bertanya pada wartawan lokal, Wayan Juniarta, terkait keadaan di Bali. Bali, seakan sudah berpuas diri dengan situasi saat ini. Bahwa mereka masih jadi tujuan wisata dunia dan pembangunannya pesat. "Bali seperti sedang perlahan-lahan membunuh dirinya sendiri," kata Juniarta.

Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika, bukannya tidak bertindak terhadap situasi di Bali. Pastika bahkan mengeluarkan moratorium konstruksi di sejumlah daerah di Bali. Ia khawatir Bali akan menjadi tanah beton dan bangunan ketimbang pulau dewata.

"Tapi beberapa pihak di Bali menganggap Pastika ingin memperlamban pertumbuhan ekonomi Bali. Ini tidak benar. Apa yang Pastika lakukan adalah menyadarkan orang Bali mereka harus membangun dengan bertanggungjawab," kata Ron Namura, direktur Marketing Asosiasi Hotel Bali.

Setelah masalah padatnya bangunan di Bali, muncul pula masalah kemacetan. Marshall menyoroti jalan-jalan di Denpasar yang kini penuh sesak kendaraan. Bahkan di Ubud sekalipun. Ubud yang tadinya sepi sekarang penuh oleh bus yang membawa turis-turis asing.

Pertumbuhan kendaraan di Bali memang menakjubkan. Rata-rata per tahun bertambah 12,42 persen. Sementara panjang jalan hanya bertambah 2,28 persen. Sangat tidak sebanding. "Kemacetan di Bali akan bertambah parah dan parah," kata I Made Santha, pejabat lalu lintas Bali.

Masalah keamanan juga menurut Marshall sangat disoroti oleh turis asing. Awal tahun ini, Lusiana Burgess (46 tahun) dibunuh di rumahnya di Kuta utara. Hingga kini pembunuh Burgess belum tertangkap.

Turis perempuan asal Australia juga dirampok di vila yang ia sewa oleh empat orang. Lainnya, warga AS ditusuk di Kuta saat dirampok. Sepekan setelah penusukan ini, polisi menembak mati M Syahri asal Lombok, yang diduga merampok sejumlah turis asing.

Australia, selaku negara pengekspor turis terbanyak ke Bali, pun tidak bisa berbuat banyak. Padahal Australia kerap memperingatkan warganya untuk berhati-hati ke Bali atau waspada bila sudah di Bali terkait serangan teroris. Namun tiap pekan ada lebih dari seratus pesawat mendarat di Bandara Ngurah Rai.

"Terminal baru di Bandara Bali akan selesai pada 2013. Tapi bila tidak ada perbaikan infrastruktur lainnya, ini hanya akan menambah kritis kondisi Bali," kata Marshall.

Source/ref: Republika.co.id - apr 2011

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More